
Politik Agraria: Konflik Lahan dan Reformasi Sektor Pertanian
Di negara agraris seperti Indonesia, tanah bukan hanya sumber penghidupan, tetapi juga menjadi titik sentral dari banyak konflik sosial, ekonomi, dan politik. Politik agraria mencerminkan bagaimana kebijakan pertanahan, penguasaan lahan, dan penggunaan tanah dikendalikan, didistribusikan, dan dipertahankan oleh berbagai aktor — negara, korporasi, dan masyarakat.
Seiring berjalannya waktu, konflik lahan semakin mengemuka, terutama akibat ketimpangan kepemilikan tanah, ekspansi industri, dan lemahnya pelaksanaan reformasi agraria. Di sisi lain, sektor pertanian yang menopang jutaan petani kecil masih menghadapi tantangan struktural yang kompleks.
🌾 Ketimpangan Struktur Kepemilikan Lahan
Salah satu akar persoalan agraria di Indonesia adalah ketimpangan dalam penguasaan lahan. Menurut data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sebagian besar lahan produktif dikuasai oleh korporasi besar di sektor perkebunan, pertambangan, dan properti. Sementara itu, jutaan petani hanya memiliki lahan sempit atau bahkan tidak memiliki tanah sama sekali.
Contohnya, dalam sektor perkebunan kelapa sawit, puluhan juta hektare tanah berada di bawah konsesi perusahaan, sementara masyarakat adat dan petani kecil terusir dari wilayah kelola tradisional mereka. Ketimpangan ini menciptakan ketegangan sosial yang berkelanjutan.
🔥 Konflik Lahan yang Terus Terjadi
Konflik lahan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, baik antara rakyat dengan negara, rakyat dengan perusahaan, maupun antar kelompok masyarakat. Konflik ini sering kali melibatkan:
-
Sengketa tanah adat yang tidak diakui negara
-
Penggusuran paksa untuk pembangunan infrastruktur
-
Tumpang tindih izin konsesi dengan pemukiman masyarakat
Banyak konflik agraria berujung pada kekerasan dan kriminalisasi terhadap petani atau aktivis lingkungan. Dalam laporan KPA tahun 2024, tercatat lebih dari 300 konflik agraria dengan ribuan korban terdampak, mulai dari kehilangan tempat tinggal, akses pangan, hingga trauma psikologis.
⚖️ Reformasi Agraria: Janji yang Tertunda
Reformasi agraria yang sejati mestinya mencakup redistribusi tanah yang adil, pengakuan wilayah adat, dan pemberdayaan petani secara ekonomi. Pemerintah telah meluncurkan program reforma agraria nasional, namun pelaksanaannya sering terhambat oleh:
-
Tumpang tindih regulasi antara kementerian
-
Kepentingan elite dan investor besar
-
Minimnya perlindungan terhadap masyarakat adat dan petani
Program sertifikasi tanah, meski masif, lebih berorientasi administratif daripada memperbaiki struktur ketimpangan. Banyak ahli menilai bahwa tanpa perubahan paradigma, reformasi agraria hanya akan menjadi retorika politik tanpa dampak nyata.
🚜 Krisis di Sektor Pertanian
Sektor pertanian Indonesia yang menyerap lebih dari 30% tenaga kerja menghadapi tantangan besar:
-
Alih fungsi lahan pertanian menjadi industri dan perumahan
-
Minimnya regenerasi petani karena anak muda tidak tertarik bertani
-
Akses terbatas pada modal, teknologi, dan pasar
-
Ketergantungan pada impor pangan
Ironisnya, meski Indonesia memiliki lahan luas dan sumber daya alam melimpah, banyak kebutuhan pangan pokok masih bergantung pada impor. Hal ini menunjukkan kegagalan struktur agraria dan kebijakan pangan nasional.
🌿 Masa Depan Politik Agraria: Rekomendasi dan Jalan ke Depan
Untuk membenahi politik agraria dan mendorong keadilan dalam pengelolaan tanah, beberapa langkah berikut menjadi penting:
-
Revisi Kebijakan Pertanahan Nasional
-
Hapus tumpang tindih rajazeus terbaru regulasi antara UU Kehutanan, Pertambangan, dan Agraria.
-
Kuatkan perlindungan hukum terhadap wilayah adat dan masyarakat lokal.
-
-
Redistribusi Lahan yang Progresif
-
Distribusikan tanah terlantar dan eks-HGU kepada petani tak bertanah.
-
Prioritaskan perempuan petani dan kelompok rentan dalam skema reformasi.
-
-
Revitalisasi Pertanian
-
Berikan subsidi, pelatihan, dan teknologi pertanian ramah lingkungan kepada petani.
-
Ciptakan pasar yang adil dan melindungi harga hasil tani.
-
-
Transparansi dan Partisipasi
-
Libatkan masyarakat sipil dan petani dalam proses perencanaan tata ruang dan pembangunan.
-
Terapkan sistem informasi pertanahan berbasis komunitas.
-
BACA JUGA: Politik Multikultural Malaysia: Bagaimana Keberagaman Etnis Mempengaruhi Kebijakan Pemerintah