April 27, 2025

Jesselopes – Politik Dalam Bermasyarakat

Kepiawaian dalam menggerakan masyarakat yang banyak adalah tiang dari politik itu sendiri

Machiavelli di Era Modern: Apakah ‘Tujuan Menghalalkan Cara’ Masih Relevan?

“The ends justify the means” – prinsip yang kerap situs rajazeus terbaru dikaitkan dengan Niccolò Machiavelli, filsuf politik Renaisans Italia, masih menjadi pembicaraan sengkat sampai hari ini. Dalam bukunya “The Prince” (1532), Machiavelli merekomendasikan bahwa seorang penguasa harus “takut dicintai daripada dicintai tapi lemah”, bahkan jika itu artinya menggunakan kekerasan, tipu daya, atau manipulasi.

Di jaman modern—di mana politik, bisnis, dan tempat dipenuhi dengan intrik, propaganda, dan kompetisi sengit—apakah prinsip Machiavellian ini masih berlaku? Ataukah etika dan transparansi telah menukar cara-cara keras didalam menggapai kekuasaan?

1. Siapa Machiavelli dan Apa Inti Pemikirannya?

Niccolò Machiavelli (1469–1527) adalah seorang diplomat dan filsuf politik Florentine yang terkenal dengan karya “The Prince”. Buku ini ditulis sebagai panduan bagi penguasa tentang cara mempertahankan kekuasaan, bahkan dengan metode yang tidak etis.

Prinsip Utama Machiavellianisme:

✔ “Lebih baik ditakuti daripada dicintai” – Kekuasaan harus dipertahankan dengan kendali ketat.
✔ “Tujuan menghalalkan cara” – Jika hasilnya menguntungkan, metode (baik atau buruk) tidak masalah.
✔ “Manusia lebih mudah jahat daripada baik” – Pemimpin harus realistis, bukan idealis.

Machiavelli tidak peduli dengan moralitas Kristen tradisional; baginya, stabilitas negara lebih penting daripada kebajikan individu.

2. Penerapan Machiavellianisme di Dunia Modern

a. Politik: Diplomasi, Propaganda, dan Kekerasan

  • Presiden Putin (Rusia) – Menggunakan strategi hybrid warfare (campuran militer, cyberwar, dan disinformasi) untuk memperluas pengaruh.

  • Kampanye Politik “Negative Campaigning” – Menjatuhkan lawan dengan fitnah atau hoaks (contoh: Pemilu AS 2016 dengan isu Cambridge Analytica).

b. Bisnis: Persaingan Tak Sehat dan Monopoli

  • Elon Musk vs Twitter – Akuisisi paksa dan taktik tekanan untuk mengambil alih perusahaan.

  • Uber vs Lyft – Perang harga dan sabotase bisnis untuk mendominasi pasar.

c. Media & Manipulasi Publik

  • Clickbait & Disinformasi – Media sengaja memprovokasi untuk mendapatkan engagement.

  • Social Media Algorithms – Platform seperti Facebook memanfaatkan emosi negatif untuk meningkatkan interaksi.

3. Bisnis & Kepemimpinan: Apakah “Tujuan Menghalalkan Cara” Masih Efektif?

Keuntungan Strategi Machiavellian:

✅ Efektif dalam jangka pendek – Memenangkan persaingan dengan cepat.
✅ Mengamankan posisi dominan – Seperti monopoli bisnis atau kekuasaan politik.

Risiko & Kelemahannya:

❌ Kehilangan Kepercayaan – Reputasi hancur jika ketahuan (contoh: skandal Volkswagen “Dieselgate”).
❌ Dampak Jangka Panjang Buruk – Masyarakat atau karyawan memberontak (protes, boikot).

Studi Kasus: Steve Jobs vs Tim Cook

  • Steve Jobs dikenal sebagai pemimpin otoriter & manipulatif, tetapi berhasil membangun Apple.

  • Tim Cook lebih kolaboratif & etis, namun Apple tetap sukses.
    → Kesimpulan: Kepemimpinan keras tidak selalu diperlukan untuk kesuksesan.

4. Kritik terhadap Machiavellianisme di Era Demokrasi & Media Sosial

a. Transparansi & Akuntabilitas

  • Di era digital, setiap tindakan bisa terekspos (contoh: WikiLeaks, whistleblower).

  • Masyarakat lebih kritis terhadap pemimpin yang korup atau otoriter.

b. Perubahan Nilai Sosial

  • Generasi millennial & Gen-Z lebih peduli kepemimpinan etis & keberlanjutan.

  • Perusahaan dengan CSR (Corporate Social Responsibility) lebih disukai.

c. Hukum & Regulasi yang Ketat

  • Pelanggaran HAM, korupsi, atau monopoli bisnis bisa berujung penjara atau denda besar.

5. Kesimpulan: Kapan Strategi Machiavellian Bisa Diterima?

BACA JUGA: Politikasi Agama: Pengaruhnya terhadap Kohesi Sosial di Masyarakat Plural

Machiavellianisme masih relevan, tetapi dengan batasan:
✔ Dalam situasi krisis (perang, resesi ekonomi), keputusan keras mungkin diperlukan.
✔ Jika lawan juga bermain kotor, bertahan dengan cara serupa bisa dibenarkan.
✔ Tanpa melanggar hukum & hak asasi manusia.

Namun, di era transparansi dan demokrasi, kepemimpinan yang etis, inklusif, dan berkelanjutan lebih bisa bertahan dalam jangka panjang.

Share: Facebook Twitter Linkedin

Comments are closed.